Jutaan anak-anak di negeri ini sedang menunggu dengan harap-harap cemas. Akankah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya menandatangani Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengamanan Zat Adiktif bagi Kesehatan yang saat ini masih bermukim di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Pasalnya, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang merupakan mandat Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 (Pasal 116) oleh Menteri Kesehatan telah disampaikan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menhukham), bulan lalu. Selanjutnya, Kementerian Hukum dan HAM tinggal mengundang kementerian terkait untuk pertemuan antarkementerian guna melakukan harmonisasi RPP tersebut dengan perundang-undangan lainnya, termasuk Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002.
Akankah RPP tersebut berhasil sampai ke Istana untuk akhirnya bisa ditandatangani oleh Presiden? Apabila ya, ah, betapa bahagianya mereka.
Dalam RPP ini, Pasal 10 dengan tegas menyatakan bahwa ”tembakau dan semua produk tembakau sebagai zat adiktif dilarang untuk diiklankan dan/atau dipromosikan di semua jenis media yang meliputi media luar ruang, media elektronik, media online, media cetak, media lainnya, dan di tempat penjualan”.
Lalu, dalam Pasal 11 juga dinyatakan bahwa setiap orang yang memproduksi dan atau mengimpor produk tembakau ke wilayah Indonesia dilarang untuk menawarkan atau memberikan secara cuma-cuma produk tembakau, menggunakan logo dan atau merek rokok pada produk atau barang bukan rokok menjadi sponsor kegiatan lembaga atau perorangan dan melakukan kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan yang bertujuan untuk mempromosikan produk tembakau kepada masyarakat.
Intinya, menurut RPP ini, semua iklan, promosi, dan sponsor rokok akan dilarang di segala jenis media. Ini tentu sangat penting bagi upaya perlindungan anak karena, menurut penelitian di berbagai negara, telah terbukti bahwa asap rokok mengandung racun yang berbahaya bagi anak- anak dan adanya korelasi serta hubungan kausalitas antara iklan rokok dan meningkatnya perokok anak-anak.
Iklan rokok yang mengasosiasikan perilaku merokok dengan citra keren, gaul, macho, setia kawan, dan kreatif telah membangun paradigma keliru dan menyesatkan bagi anak-anak dan remaja.
Tinggal Indonesia
Kita lihat, negara-negara bermartabat di berbagai penjuru dunia telah banyak yang melarang iklan rokok di media penyiaran sejak lama. Negara tetangga kita, Malaysia, telah melarang iklan rokok di televisi sejak tahun 1982 dan Brunei sejak tahun 1972. Sementara di Asia Tenggara hanya tinggal Indonesia dan Kamboja yang masih mengizinkan siaran iklan rokok di televisi.
Sebetulnya, menurut Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, rokok sebagai produk yang mengandung tembakau, secara yuridis formal telah diakui sebagai zat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan masyarakat (Pasal 113 Ayat 2) dan oleh karenanya perlu pengaturan yang ketat sama seperti zat adiktif lainnya, seperti alkohol dan narkoba.
Dalam Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 Pasal 46 (3) huruf c juga sudah ditegaskan bahwa ”siaran iklan niaga dilarang untuk mempromosikan zat adiktif”. Oleh karena rokok sebagai produk tembakau tergolong zat adiktif, tentu tidak dapat diiklankan.
Larangan iklan, promosi, dan sponsor rokok pun seiring sejalan dengan rencana Kementerian Kesehatan untuk mengaksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) di mana pada Pasal 13 diserukan kepada negara peserta untuk melarang segala bentuk iklan, promosi, dan sponsor rokok.
Menyadari ini semua, tentu diharapkan agar dalam pertemuan antarkementerian di Kementerian Hukum dan HAM pekan ini akan bisa memuluskan jalannya RPP untuk bisa segera disahkan oleh Presiden. Ini yang sangat diharapkan oleh para pemangku kepentingan perlindungan anak di seluruh Tanah Air.
Di balik adanya kekhawatiran intervensi industri rokok yang akan memobilisasi industri penyiaran, periklanan, entertainment, dan sebagainya untuk menolak pasal larangan menyeluruh iklan, promosi, dan sponsor rokok dalam RPP tersebut, jutaan anak pun berharap-harap cemas menunggu RPP ini segera sampai ke Istana.
Di hati, mereka berbisik dengan lirih, ”Lindungi kami, Bapak/Ibu Menteri dan Bapak Presiden. Jangan lagi bunuh kami dengan asap rokok yang dibiarkan bebas mengotori negeri ini!”
Seto Mulyadi Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak
Selasa, 02 Maret 2010
Lindungi Anak dari Zat Adiktif
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar