KOMPAS.com - Sudah pernah menonton acara The Biggest Loser, baik versi Amerika maupun Asia? Dalam acara ini, 22 pengidap obesitas saling bersaing untuk menurunkan berat badan sebanyak mungkin. Siapa yang menjadi pemenang, akan diganjar hadiah sebesar 250.000 dollar. Mereka didampingi oleh trainer dan ahli gizi untuk berlatih fisik dan mengubah pola makan.
Namun, meskipun acara ini menawarkan harapan akan hidup yang lebih baik, banyak pula pengaruh buruk yang dihasilkan. Dokter dan ahli gizi mengkhawatirkan acara tersebut kontraproduktif dan membahayakan kontestannya.
"Acara ini mengumpulkan orang-orang yang selama ini tidak aktif (secara fisik) dan tidak dalam kondisi yang baik, dan tiba-tiba, secara otomatis membawa mereka ke dalam tekanan," ujar
Carol Wolin-Riklin, koordinator nutrisi bariatrik untuk University of Texas Medical School di Houston, pada LiveScience. "Hal-hal buruk pasti akan terjadi."
Kata-kata Wolin-Riklin memang beralasan. Pada musim ke-8, dua pasien diangkut ke rumah sakit setelah pingsan saat mengikuti lomba lari sejauh 1,6 km. Pada musim ke-9 ini, kontestan ditantang lomba sepeda statis sejauh 42 km. Saat itu konsultan medis Profesor Rob Huizenga dari UCLA harus menyeret keluar seorang kontestan yang mengalami kram parah. Kontestan kedua, Michael Ventrella yang memiliki berat badan 238 kg, dirawat karena mengalami kelelahan.
Risiko kesehatan
Berbagai risiko kesehatan serius memang bisa mengancam para kontestan The Biggest Loser (TBL). Menurut Centers for Disease Control (CDC), obesitas dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, diabetes, tekanan darah tinggi, dan beberapa tipe kanker. Risiko ini akan menjadi lebih nyata ketika obesitas menjadi lebih parah. Menurunkan berat badan tentu saja merupakan jalan keluar yang baik, menurut Wolin-Riklin, asal dilakukan dengan benar.
"Cara yang saya sarankan adalah menurunkan berat badan secara sehat, yaitu dengan melakukan perubahan satu demi satu," ujarnya. "Dengan membuat perubahan ini sedikit demi sedikit, Anda akan membuat perubahan gaya hidup yang lebih tahan lama."
Menurutnya, menurunkan berat badan ala TBL jauh berbeda dengan cara yang kita jalani saat menurunkan berat badan di dunia nyata. Mengenai program latihannya, kontestan harus berlatih selama 5 - 6 jam sehari, dan mengonsumsi makanan yang sudah diatur oleh ahli gizi. Dengan cara ini, mereka berhasil menurunkan berat badan cukup banyak dalam seminggu. Seorang kontestan bahkan kadang-kadang bisa menurunkan lebih dari 10 kg.
Dalam kenyataannya, angka penurunan berat yang aman adalah 0,5 - 1 kg setiap minggu. Hal ini bertolak belakang dengan apa yang terjadi dalam TBL, dimana orang yang beratnya turun paling sedikit harus dieliminasi.
"Saya lihat banyak orang merasa gagal kalau berat mereka hanya turun dalam jumlah yang disarankan," ujar Dr Robert Kushner, direktur klinis di Northwestern University Comprehensive Center on Obesity. "Jadi pesan yang disampaikan acara itu, menurut saya, semuanya salah!"
Kehilangan berat badan begitu cepat juga sangat berisiko, demikian menurut Janet Walberg Rankin, profesor bidang nutrisi manusia dari Virginia Tech. Pasien yang kehilangan berat badan sangat cepat akan segera mengalami risiko batu empedu, kekurangan mineral, kehilangan jaringan otot, dan mengurangi densitas tulang.
Memulai latihan yang berat secara mendadak juga dapat menyebabkan masalah hidrasi, keseimbangan elektrolit, dan fungsi jantung. Latihan high impact juga dapat memberikan beban ekstra pada tulang yang sudah rapuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar